Minggu, 21 September 2014

Artikel Sejarah: MASUKNYA DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA



MASUKNYA DAN BERKEMBANGNYA ISLAM  DI INDONESIA

Hadirnya Islam di muka bumi merupakan sebuah anugrah yang di berikan pencipta kepadan umat manusia, sehingga dapat membenahi kesemerawutan, dan kebobrokan umat manusia pada saat itu.
Kejahiliahan masyarakat pada saat itu sedikit demi sedikit dapat ditangani oleh Islam melalui penyebaran ajarannya, walaupun hal tersebut mulanya di tentang oleh masyarakat. Berkat ketekunan, ketangguhan, dan kesabaran Nabi Muhammad dan sahabat, Islam dapat tersebar luas hingga ke plosok dunia, Indonesia merupakan salah satu didalamnya.
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan  berbagai daerah didataran Asia Tenggara.
Wilayah barat Nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik para pedagang, serta menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke 1 dan ke 7 M sering disinggahi pedagang asing.
Pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang. Berawal dari situlah islam mulai dikenal dan tersebar secara luas di Indonesia. Untuk memperjelas hal tersebut, makalah ini berusaha menguak sejarah awal masuk dan berkembangnya islam di Indonesai, mulai dari teorinya, cara mengislamkan penduduk Indonesia, hingga perkembangannya di Nusantara.

   Teori Masuknya Islam di Indonesia
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. 
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam.
Suatu kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai.[1] Islam dalam batas-batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam penyebaran islam tidak bertendensi, mereka hanya melakukan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama-nama mereka berlalu begitu saja. Dampaknya ialah terjadi perbedaan pendapat mengenai kedatangan islam pertama kali di Indonesia.
Secara garis besar perbedaan pendapat itu dapat dibagi sebagai berikut:
a.       Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan samudra pasai yang dikatakan berasal dari gujarat.
b.      Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 melalui selat malaka tang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
c.       Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurutnya memang benar Islam sudah datang ke indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut oleh pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai.[2]



     Cara-cara Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umum dilakukan secara damai, apabila situasi politik kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan, disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang–pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan.[3]
Dari paparan di atas dapat dijelaskan bahwa tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluuran sebagai berikut:
a.       Perdagangan, yang menggunakan sarana pelayaran.
b.      Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang. Para mubaligh itu bisajadi juga para sufi pengembara.
c.       Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak langsung orang muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat kharisma kebangsawanan. Lebih-lebih apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi.[4]
d.      Pendidikan, Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu calon ulama, guru agama dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.[5]
e.       Tasawuf, pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.[6] Mereka juga ada yang kemudian diangkat menjadi penasehat dan atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani, Nuruddin ar Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasehat bergelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.
Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
1.      Dengan membentuk kader mubaligh, agar mampu menyebarkan agama Islam di daerah asalnya.
2.      Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Di abad ke 17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.
f.       Kesenian, saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.[7]
g.      Politik, di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Disamping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan non Islam itu masuk Islam.[8]

Perkembangan Islam di Nusantara
Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258). Ketujuh cabang perdaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam Cina. Kebudayaan yang disebut Arab Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri yang universal.
Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan itu menimbulkan transformasi kebudayaan (peradaban) lokal, dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam yang bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat melayu kepada Islam terjadi bebarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa ini mengantarkan wilayah nusantara kedalam internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada masa-masa sebelumnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar