MASUKNYA DAN
BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA
Hadirnya Islam di muka bumi
merupakan sebuah anugrah yang di berikan pencipta kepadan umat manusia,
sehingga dapat membenahi kesemerawutan, dan kebobrokan umat manusia pada saat
itu.
Kejahiliahan masyarakat pada saat
itu sedikit demi sedikit dapat ditangani oleh Islam melalui penyebaran
ajarannya, walaupun hal tersebut mulanya di tentang oleh masyarakat. Berkat
ketekunan, ketangguhan, dan kesabaran Nabi Muhammad dan sahabat, Islam dapat
tersebar luas hingga ke plosok dunia, Indonesia merupakan salah satu
didalamnya.
Sejak zaman pra sejarah, penduduk
kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar yang sanggup mengarungi lautan
lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan
antar kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah didataran Asia
Tenggara.
Wilayah barat Nusantara dan sekitar
malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama
karena hasil bumi yang dijual disana menarik para pedagang, serta menjadi daerah
lintasan penting antara cina dan india. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra
dan Jawa antara abad ke 1 dan ke 7 M sering disinggahi pedagang asing.
Pedagang muslim asal Arab, Persia,
dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang. Berawal
dari situlah islam mulai dikenal dan tersebar secara luas di Indonesia. Untuk
memperjelas hal tersebut, makalah ini berusaha menguak sejarah awal masuk dan
berkembangnya islam di Indonesai, mulai dari teorinya, cara mengislamkan
penduduk Indonesia, hingga perkembangannya di Nusantara.
Teori
Masuknya Islam di Indonesia
Lahirnya agama
Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu
tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat
manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang
zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis
sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan
awal Islam.
Suatu kenyataan
bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai.[1] Islam
dalam batas-batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh
para guru agama dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam penyebaran islam
tidak bertendensi, mereka hanya melakukan kewajiban tanpa pamrih, sehingga
nama-nama mereka berlalu begitu saja. Dampaknya ialah terjadi perbedaan pendapat
mengenai kedatangan islam pertama kali di Indonesia.
Secara garis besar
perbedaan pendapat itu dapat dibagi sebagai berikut:
a. Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck
Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M
dari Gujarat dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama
Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan samudra pasai yang dikatakan berasal
dari gujarat.
b. Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang
mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963.
Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa islam sudah datang ke Indonesia pada
abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh
sebelum abad ke-13 melalui selat malaka tang menghubungkan Dinasti Tang di Cina
(Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
c. Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua
pendapat tersebut. Menurutnya memang benar Islam sudah datang ke indonesia
sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut oleh pedagang
Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran
dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan
Samudra Pasai.[2]
Cara-cara
Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam dan penyebarannya
kepada golongan bangsawan dan rakyat umum dilakukan secara damai, apabila
situasi politik kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan, disebabkan
perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat
politik bagi pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka
berhubungan dengan pedagang–pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena
menguasai pelayaran dan perdagangan.[3]
Dari paparan di atas dapat
dijelaskan bahwa tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluuran
sebagai berikut:
a. Perdagangan,
yang menggunakan sarana pelayaran.
b. Dakwah, yang
dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang. Para mubaligh
itu bisajadi juga para sufi pengembara.
c. Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang muslim mubaligh dengan anak bangsawan
Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga
muslim dan masyarakat muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak langsung orang
muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat kharisma
kebangsawanan. Lebih-lebih apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka
keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi.[4]
d. Pendidikan,
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, dan ulama-ulama. Di pesantren
atau pondok itu calon ulama, guru agama dan kyai mendapat pendidikan agama.
Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau
berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang
didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri.
Keluaran pesantren giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan
agama Islam.[5]
e. Tasawuf,
pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur
dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir
dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.[6] Mereka
juga ada yang kemudian diangkat menjadi penasehat dan atau pejabat agama di
kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani, Nuruddin ar
Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai
penasehat bergelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.
Para sufi menyebarkan Islam melalui
dua cara:
1. Dengan
membentuk kader mubaligh, agar mampu menyebarkan agama Islam di daerah asalnya.
2. Melalui
karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Di abad ke 17,
Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama
dan para sufi.
f. Kesenian,
saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa
adalah seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang
seni untuk islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni
busana.[7]
g. Politik, di
Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini. Disamping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun
di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam
memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis
banyak menarik penduduk kerajaan non Islam itu masuk Islam.[8]
Perkembangan Islam di Nusantara
Islam di Indonesia
(Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam (sesudah
hancurnya persatuan peradaban islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258).
Ketujuh cabang perdaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab,
Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam
Arab Melayu, dan Islam Cina. Kebudayaan yang disebut Arab Melayu tersebar di
wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri yang universal.
Kemunculan dan
perkembangan Islam di kawasan itu menimbulkan transformasi kebudayaan
(peradaban) lokal, dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam
yang bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat melayu kepada Islam
terjadi bebarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika Asia Tenggara
mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa ini
mengantarkan wilayah nusantara kedalam internasionalisasi perdagangan dan
kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini
pada masa-masa sebelumnya.